Review final Piala AFF 2010
Performa Tandang Buruk
Indonesia  meraih posisi runner up pada ajang Piala AFF Suzuki Cup 2010. Harus  diakui kegagalan timnas Indonesia meraih juara PIala AFF untuk pertama  kalinya salah satunya adalah diakibatkan kekalahan di laga pertama.  Dalam sebuah laga final yang menerapkan sistem home-away, laga tandang  kerap menjadi modal krusial bagi para finalis. Terlebih di AFF Suzuki  Cup ini menggunakan sistem keunggulan gol kandang.
Namun,  sangat disayangkan, Indonesia tidak mempunyai pengalaman bermain di  kandang lawan sepanjang turnamen berlangsung. Sepanjang pertandingan  awal timnas  berhasil mengalahkan Malaysia dengan skor      5 – 1 hingga  melangkah ke semifinal melawan Filipina, Tim Garuda Indonesia selalu  tampil di kandang sendiri , yakni di Gelora Bung Karno, dan dihadapan  seluruh pendukung Tim Garuda yang berjumlah puluhan ribu.
Saat  bertanding di hadapan tim lawan dan puluhan ribu supporter tim lawan,  penampilan Cristian Gonzales, Bambang Pamungkas, Bachim, dkk menurun  drastis. Terlihat hanya ada beberapa pemain saja yang mampu bertahan dan  menunjukkan spirit pantang menyerah sepanjang pertandingan berlangsung.
Sepanjang  pertandingan , sebagian besar para pemain timnas tidak menunjukkan  performa yang bagus dan terbaik seperti yang pernah mereka tampilkan di  Senayan Gelora Bung Karno.
Sebagai  tambahan, para pemain Indonesia sangat terganggu dengan sinar laser  hijau dari supporter Malaysia , sehingga memecah konsentrasi sepanjang  pertandingan berlangsung. Situasi ini semakin diperparah pula usai  pertandingan dihentikan sementara oleh wasit, sehingga konsentrasi di  awal pertandingan tidak penuh  semakin hilang saat ada jeda yang tidak  semestinya terjadi.
Dalam  hal teknis permainan, Malaysia selalu bisa memanfaatkan momentum jeda  di tengah pertandingan tersebut. Kesalahan individual yang dilakukan  pada barisan pertahanan Indonesia dimanfaatkan oleh Malaysia dengan  mencetak tiga gol ke gawang Markus. Kesalahan yang dapat diambil alih  Malaysia inilah yang akhirnya membuat timnas Indonesia tertekan dalam  mengejar skor.
Jika  kita mereview sepanjang AFF Suzuki Cup 2010, Indonesia tidak pernah  kalah bila bermain di Jakarta. Tidak bisa dipungkiri, jika hasil laga  pertama berpengaruh besar terhadap hasil akhir. Setelah kalah 0 – 3,  untuk memenangkan pertandingan dengan mencetak 4 – 0 tentu buka perkara  mudah. Kenyataannya, Indonesia hanya mampu mencetak gol 2 – 1 dengan  kemenangan Malaysia dan Indonesia hanya puas menempati posisi runner up  untuk keempat kalinya.
Hubungan PSSI dengan Kekalahan Timnas 
PSSI  mempunyai hubungan yang erat dengan kekalahan timnas. Hal ini  terindikasi dari banyak pihak tidak mendukung kinerja dari internal PSSI  sehubungan dengan penolakan naturalisasi di badan timnas oleh PSSI  sehingga berpengaruh secara tidak langsung pada performa pemain timnas  di laga pertandingan Piala AFF.
Belum lagi, PSSI termasuk dalam faktor eksternal yang mempengaruhi timnas menjelang laga Final Piala AFF di Malaysia. 
- Banyaknya acara yang tidak berkepentingan dengan laga final AFF
Menjelang  laga final di Malaysia, timnas Indonesia diamati terlalu banyak  mengikuti kegiatan-kegiatan yang tidak ada hubungan langsung dengan  pertandingan. Pemain mendapatkan banyak undangan yang tentu saja  mengganggu konsentrasi dan fokus untuk pertandingan. Tentu saja  acara-acara ini merupakan agenda dari sejumlah pejabat PSSI yang tidak  pernah masuk dalam agenda selama AFF Suzuki Cup 2010 ini. Pelatih  timnas, Alfred Riedl menolak agenda acara, karena dianggap tidak masuk  daftar agendanya.
Seperti  undangan acara ke sebuah pesantren jelang pertandingan ke Malaysia.  Begitu pula saat tiba di Malaysia, terdapat acara yang dianggap  mengganggu yaitu undangan dari Menpora Andi Malaranggeng yang meminta  seluruh anggota timnas untuk makan malam bersama. Pelatih Alfred Rield  lagi-lagi menolak tawaran acara meskipun manager timnas membujuknya.
Menurut  saya, Indonesia perlu mematangkan daya dan pola pemikiran, bahwa tidak  semua bidang dalam meraih prestasi bagi bangsa dan negara dapat  digabungkan dengan birokrasi. Hendaknya faktor intern yang telah matang  dari para pemain itu sendiri tidak diganggu dengan faktor ekstern yang  kurang berkepentingan dan tidak termasuk dalam agenda pertandingan yang  membutuhkan fokus dan performa yang total.
Campur  tangan dari pihak eksternal tentu saja diperlukan sebatas dukungan  moril dan integritas semata. Mungkin semua pihak seakan ingin memberikan  partisipasinya pada timnas sehingga menjadi pihak yang turut  berpengaruh demi kemenangan Indonesia di laga final. Paradigma semacam  ini perlu di ubah. 
Hendaknya  perlu kesadaran dan dipertimbangkan kembali partisipasi yang berlebihan  dari pihak luar justru menjadi beban bagi para pemain yang lebih  memerlukan ruang gerak dalam memfokuskan diri pada laga , dan strategi  serta kondisi fisik yang menunjang. Kita tidak perlu menempatkan diri  dan ikut campur tangan menyusup sampai ke wilayah intern timnas, itu  telah menjadi tanggung jawab dan kewajiban pihak internal yang telah  menyiapkan dan merancang segala hal dan strategi dalam pertandingan.
- Campur Tangan Pihak Eksternal ke dalam Internal
Menurut  Riedl , Pelatih timnas Indonesia ini merasa tidak senang melihat bahwa  kamar ganti timnas pun tidak steril dari para pihak-pihak yang mencoba  meng-intervensi para pemain dengan memberikan instruksi yang berbeda  dengan apa yang telah Alfred rancang sebelumnya. Para pejabat-pejabat  teras PSSI, pejabat pemerintahan, menteri, dan orang-orang yang tidak  punya kepentingan langsung dengan timnas. Hal ini juga terjadi saat di  Stadion Bukit Jalil menjelang laga final.
Kita  dapat bercermin diri dari profesionalisme yang dijunjung negara-negara  lain yang memiliki tim sepakbola yang tangguh dan kuat, bahwa tidak  adanya intervensi dari berbagai pihak eksternal yang berpotensi  mempengaruhi fisik dan emosional pemainnya. Hendaknya Indonesia perlu  mencontoh profesionalisme yang dianut Negara-negara lain ini dalam  menunjang prestasi persepakbolaan di Indonesia. 
- Jika sebagian orang berpendapat terdapat euphoria yang berlebih merupakan salah satu faktor eksternal yang turut mengganggu kemenangan Tim Merah Putih di Laga Final AFF ini, saya berpendapat euphoria dapat saja berpengaruh pada mental pemain timnas , namun disinilah mentalitas para pemain di uji , terlebih pertandingan dilakukan di kandang lawan yang otomatis berbeda kondisi dengan supporter yang berasal dari negara lawan. Bagaimana mentalitas diuji dalam tekanan , dan bagaimana meredam kekurangpercayadirian ini menjadi ketenangan dalam bertanding dengan mengatur strategi dan fokus untuk bermain baik sepanjang pertandingan.
Bagaimana dengan pengaruh kekalahan timnas dengan dukungan dari supporter?
Pertandingan  final laga kedua yang berlangsung di Stadion Utama Gelora Bung Karno (  29/12 ) saat Indonesia bertanding melawan Malaysia dipenuhi sekitar  95.000 penonton yang memeriahkan Senayan.
Antusiasme  dari para pendukung  Tim Merah Putih ini sungguhlah mengesankan.  Apresiasi dukungan sangat besar dibandingkan  dengan laga-laga  sebelumnya, seperti Piala Asia 2007 yang berlangsung di Senayan.
Kecintaan  supporter pada Timnas Indonesia tiada batas. Semangat dan dukungan   seakan tak pernah surut. Meskipun Indonesia hanya meraih predikat runner  up pada Piala AFF 2010, namun mereka tetap menunjukkan dukungan pada  Tim Garuda. Seperti yang diungkapkan salah satu supporter , “kecewa  jelas ada karena harapan kami gagal tercapai. Padahal, kami sudah sangat  merindukan timnas bisa kembali Berjaya. Tapi, untuk timnas kami takkan  pernah menyurutkan dukungan. Irfan Bachdim dkk memang tak juara, namun  mereka telah mempertontonkan permainan yang terbaik, sejak babak  penyisihan. Kami bangga dengan mereka.”
Bahkan  kekaguman datang dari Pelatih Alfred Riedl yang mengungkapkan bahwa ia  mengaku takjub dengan kesetiaan yang ditunjukkan supporter Tim Merah  Putih. Suporter Indonesia tetap memberikan dukungan penuh pada para  pemain meski mereka gagal mempersembahkan gelar juara.
Pembelajaran berarti bagi Timnas bahwa segala kemenangan tidak didapat dengan instan
Kekalahan  Tim Garuda dari tim Malaysia di final AFF Suzuki Cup 2010 memberikan  pelajaran yang berarti, yakni Indonesia tidak dapat terus-menerus  menerapkan pola dan sistem instan.  Pemusatan pelatihan selama 3 pekan  tealh dilakukan menjelang pertandingan, namun menilik hasil akhir  pertandingan, harus diadakan perubahan dalam pola penanganan timnas  dalam menghadapi sebuah turnamen, terutama dalam segi persiapan waktu. 
Kita  dapat menarik kesimpulan dari persiapan yang dilakukan Malaysia. Tim  Malaysia yang berada di bawah Pelatih K.Rajagopal ini sebagian besar  merupakan tim yang meraih juara SEA GAMES 2009  dan tim Malaysia telah  melatih diri selama waktu beberapa tahun, bukan dalam waktu 3 pekan  seperti layaknya Indonesia.
Sebagian  besar regu pemain Malaysia di AFF Suzuki Cup 2010 sudah terbina dengan  baik dan bermain bersama sejak berada di timnas U-19 dan U-23. Hal ini  yang menjadikan kekompakan dan timnas Malaysia solid dalam laga final  serta tidak diragukan kemampuannya.
Jadi,  sebagai kesimpulan, untuk mempunyai tim yang kuat dan tangguh,  Indonesia memerlukan proses dan waktu dalam meningkatkan kekompakan dan  kekuatan tangguh dalam teknik permainan. Proses pematangan tim ini akan  memakan tempo waktu yang cukup lama. Mengenai perekrutan pemain-pemain  asing atau pemain nasional, tentu tidak bermasalah, selama penyeleksian  diperuntukkan demi semangat latihan dan peningkatan performa di lapangan  hijau.
