Minggu, 02 Januari 2011

HUBUNGAN PSSI DAN KEKALAHAN TIMNAS PENGARUHNYA KE SUPORTER

Review final Piala AFF 2010
Performa Tandang Buruk
Indonesia meraih posisi runner up pada ajang Piala AFF Suzuki Cup 2010. Harus diakui kegagalan timnas Indonesia meraih juara PIala AFF untuk pertama kalinya salah satunya adalah diakibatkan kekalahan di laga pertama. Dalam sebuah laga final yang menerapkan sistem home-away, laga tandang kerap menjadi modal krusial bagi para finalis. Terlebih di AFF Suzuki Cup ini menggunakan sistem keunggulan gol kandang.
Namun, sangat disayangkan, Indonesia tidak mempunyai pengalaman bermain di kandang lawan sepanjang turnamen berlangsung. Sepanjang pertandingan awal timnas  berhasil mengalahkan Malaysia dengan skor      5 – 1 hingga melangkah ke semifinal melawan Filipina, Tim Garuda Indonesia selalu tampil di kandang sendiri , yakni di Gelora Bung Karno, dan dihadapan seluruh pendukung Tim Garuda yang berjumlah puluhan ribu.
Saat bertanding di hadapan tim lawan dan puluhan ribu supporter tim lawan, penampilan Cristian Gonzales, Bambang Pamungkas, Bachim, dkk menurun drastis. Terlihat hanya ada beberapa pemain saja yang mampu bertahan dan menunjukkan spirit pantang menyerah sepanjang pertandingan berlangsung.
Sepanjang pertandingan , sebagian besar para pemain timnas tidak menunjukkan performa yang bagus dan terbaik seperti yang pernah mereka tampilkan di Senayan Gelora Bung Karno.
Sebagai tambahan, para pemain Indonesia sangat terganggu dengan sinar laser hijau dari supporter Malaysia , sehingga memecah konsentrasi sepanjang pertandingan berlangsung. Situasi ini semakin diperparah pula usai pertandingan dihentikan sementara oleh wasit, sehingga konsentrasi di awal pertandingan tidak penuh  semakin hilang saat ada jeda yang tidak semestinya terjadi.
Dalam hal teknis permainan, Malaysia selalu bisa memanfaatkan momentum jeda di tengah pertandingan tersebut. Kesalahan individual yang dilakukan pada barisan pertahanan Indonesia dimanfaatkan oleh Malaysia dengan mencetak tiga gol ke gawang Markus. Kesalahan yang dapat diambil alih Malaysia inilah yang akhirnya membuat timnas Indonesia tertekan dalam mengejar skor.
Jika kita mereview sepanjang AFF Suzuki Cup 2010, Indonesia tidak pernah kalah bila bermain di Jakarta. Tidak bisa dipungkiri, jika hasil laga pertama berpengaruh besar terhadap hasil akhir. Setelah kalah 0 – 3, untuk memenangkan pertandingan dengan mencetak 4 – 0 tentu buka perkara mudah. Kenyataannya, Indonesia hanya mampu mencetak gol 2 – 1 dengan kemenangan Malaysia dan Indonesia hanya puas menempati posisi runner up untuk keempat kalinya.

Hubungan PSSI dengan Kekalahan Timnas
PSSI mempunyai hubungan yang erat dengan kekalahan timnas. Hal ini terindikasi dari banyak pihak tidak mendukung kinerja dari internal PSSI sehubungan dengan penolakan naturalisasi di badan timnas oleh PSSI sehingga berpengaruh secara tidak langsung pada performa pemain timnas di laga pertandingan Piala AFF.
Belum lagi, PSSI termasuk dalam faktor eksternal yang mempengaruhi timnas menjelang laga Final Piala AFF di Malaysia.
  • Banyaknya acara yang tidak berkepentingan dengan laga final AFF
Menjelang laga final di Malaysia, timnas Indonesia diamati terlalu banyak mengikuti kegiatan-kegiatan yang tidak ada hubungan langsung dengan pertandingan. Pemain mendapatkan banyak undangan yang tentu saja mengganggu konsentrasi dan fokus untuk pertandingan. Tentu saja acara-acara ini merupakan agenda dari sejumlah pejabat PSSI yang tidak pernah masuk dalam agenda selama AFF Suzuki Cup 2010 ini. Pelatih timnas, Alfred Riedl menolak agenda acara, karena dianggap tidak masuk daftar agendanya.
Seperti undangan acara ke sebuah pesantren jelang pertandingan ke Malaysia. Begitu pula saat tiba di Malaysia, terdapat acara yang dianggap mengganggu yaitu undangan dari Menpora Andi Malaranggeng yang meminta seluruh anggota timnas untuk makan malam bersama. Pelatih Alfred Rield lagi-lagi menolak tawaran acara meskipun manager timnas membujuknya.
Menurut saya, Indonesia perlu mematangkan daya dan pola pemikiran, bahwa tidak semua bidang dalam meraih prestasi bagi bangsa dan negara dapat digabungkan dengan birokrasi. Hendaknya faktor intern yang telah matang dari para pemain itu sendiri tidak diganggu dengan faktor ekstern yang kurang berkepentingan dan tidak termasuk dalam agenda pertandingan yang membutuhkan fokus dan performa yang total.
Campur tangan dari pihak eksternal tentu saja diperlukan sebatas dukungan moril dan integritas semata. Mungkin semua pihak seakan ingin memberikan partisipasinya pada timnas sehingga menjadi pihak yang turut berpengaruh demi kemenangan Indonesia di laga final. Paradigma semacam ini perlu di ubah.
Hendaknya perlu kesadaran dan dipertimbangkan kembali partisipasi yang berlebihan dari pihak luar justru menjadi beban bagi para pemain yang lebih memerlukan ruang gerak dalam memfokuskan diri pada laga , dan strategi serta kondisi fisik yang menunjang. Kita tidak perlu menempatkan diri dan ikut campur tangan menyusup sampai ke wilayah intern timnas, itu telah menjadi tanggung jawab dan kewajiban pihak internal yang telah menyiapkan dan merancang segala hal dan strategi dalam pertandingan.


  •  Campur Tangan Pihak Eksternal ke dalam Internal
Menurut Riedl , Pelatih timnas Indonesia ini merasa tidak senang melihat bahwa kamar ganti timnas pun tidak steril dari para pihak-pihak yang mencoba meng-intervensi para pemain dengan memberikan instruksi yang berbeda dengan apa yang telah Alfred rancang sebelumnya. Para pejabat-pejabat teras PSSI, pejabat pemerintahan, menteri, dan orang-orang yang tidak punya kepentingan langsung dengan timnas. Hal ini juga terjadi saat di Stadion Bukit Jalil menjelang laga final.
Kita dapat bercermin diri dari profesionalisme yang dijunjung negara-negara lain yang memiliki tim sepakbola yang tangguh dan kuat, bahwa tidak adanya intervensi dari berbagai pihak eksternal yang berpotensi mempengaruhi fisik dan emosional pemainnya. Hendaknya Indonesia perlu mencontoh profesionalisme yang dianut Negara-negara lain ini dalam menunjang prestasi persepakbolaan di Indonesia.
  •   Jika sebagian orang berpendapat terdapat euphoria yang berlebih merupakan salah satu faktor eksternal yang turut mengganggu kemenangan Tim Merah Putih di Laga Final AFF ini, saya berpendapat euphoria dapat saja berpengaruh pada mental pemain timnas , namun disinilah mentalitas para pemain di uji , terlebih pertandingan dilakukan di kandang lawan yang otomatis berbeda kondisi dengan supporter yang berasal dari negara lawan. Bagaimana mentalitas diuji dalam tekanan , dan bagaimana meredam kekurangpercayadirian ini menjadi ketenangan dalam bertanding dengan mengatur strategi dan fokus untuk bermain baik sepanjang pertandingan.


Bagaimana dengan pengaruh kekalahan timnas dengan dukungan dari supporter?
Pertandingan final laga kedua yang berlangsung di Stadion Utama Gelora Bung Karno ( 29/12 ) saat Indonesia bertanding melawan Malaysia dipenuhi sekitar 95.000 penonton yang memeriahkan Senayan.
Antusiasme dari para pendukung  Tim Merah Putih ini sungguhlah mengesankan. Apresiasi dukungan sangat besar dibandingkan  dengan laga-laga sebelumnya, seperti Piala Asia 2007 yang berlangsung di Senayan.
Kecintaan supporter pada Timnas Indonesia tiada batas. Semangat dan dukungan  seakan tak pernah surut. Meskipun Indonesia hanya meraih predikat runner up pada Piala AFF 2010, namun mereka tetap menunjukkan dukungan pada Tim Garuda. Seperti yang diungkapkan salah satu supporter , “kecewa jelas ada karena harapan kami gagal tercapai. Padahal, kami sudah sangat merindukan timnas bisa kembali Berjaya. Tapi, untuk timnas kami takkan pernah menyurutkan dukungan. Irfan Bachdim dkk memang tak juara, namun mereka telah mempertontonkan permainan yang terbaik, sejak babak penyisihan. Kami bangga dengan mereka.”
Bahkan kekaguman datang dari Pelatih Alfred Riedl yang mengungkapkan bahwa ia mengaku takjub dengan kesetiaan yang ditunjukkan supporter Tim Merah Putih. Suporter Indonesia tetap memberikan dukungan penuh pada para pemain meski mereka gagal mempersembahkan gelar juara.

Pembelajaran berarti bagi Timnas bahwa segala kemenangan tidak didapat dengan instan
Kekalahan Tim Garuda dari tim Malaysia di final AFF Suzuki Cup 2010 memberikan pelajaran yang berarti, yakni Indonesia tidak dapat terus-menerus menerapkan pola dan sistem instan.  Pemusatan pelatihan selama 3 pekan tealh dilakukan menjelang pertandingan, namun menilik hasil akhir pertandingan, harus diadakan perubahan dalam pola penanganan timnas dalam menghadapi sebuah turnamen, terutama dalam segi persiapan waktu.
Kita dapat menarik kesimpulan dari persiapan yang dilakukan Malaysia. Tim Malaysia yang berada di bawah Pelatih K.Rajagopal ini sebagian besar merupakan tim yang meraih juara SEA GAMES 2009  dan tim Malaysia telah melatih diri selama waktu beberapa tahun, bukan dalam waktu 3 pekan seperti layaknya Indonesia.
Sebagian besar regu pemain Malaysia di AFF Suzuki Cup 2010 sudah terbina dengan baik dan bermain bersama sejak berada di timnas U-19 dan U-23. Hal ini yang menjadikan kekompakan dan timnas Malaysia solid dalam laga final serta tidak diragukan kemampuannya.
Jadi, sebagai kesimpulan, untuk mempunyai tim yang kuat dan tangguh, Indonesia memerlukan proses dan waktu dalam meningkatkan kekompakan dan kekuatan tangguh dalam teknik permainan. Proses pematangan tim ini akan memakan tempo waktu yang cukup lama. Mengenai perekrutan pemain-pemain asing atau pemain nasional, tentu tidak bermasalah, selama penyeleksian diperuntukkan demi semangat latihan dan peningkatan performa di lapangan hijau.