BUDAYA
Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta yaitu buddhayah,  yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan  sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Dalam  bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata Latin  Colere, yaitu mengolah atau mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai  mengolah tanah atau bertani. Kata culture juga kadang diterjemahkan  sebagai "kultur" dalam bahasa Indonesia.
Budaya Kerja adalah suatu falsafah dengan didasari pandangan hidup  sebagai nilai-nilai yang menjadi sifat, kebiasaan dan juga pendorong  yang dibudayakan dalam suatu kelompok dan tercermin dalam sikap menjadi  perilaku, cita-cita, pendapat, pandangan serta tindakan yang terwujud  sebagai kerja. (Sumber : Drs. Gering Supriyadi,MM dan Drs. Tri Guno, LLM  )
Budaya kerja memiliki tujuan untuk mengubah sikap dan juga perilaku SDM  yang ada agar dapat meningkatkan produktivitas kerja untuk menghadapi  berbagai tantangan di masa yang akan datang.
Manfaat dari penerapan Budaya Kerja yang baik :
1. meningkatkan jiwa gotong royong
2. meningkatkan kebersamaan
3. saling terbuka satu sama lain
4. meningkatkan jiwa kekeluargaan
5. meningkatkan rasa kekeluargaan
6. membangun komunikasi yang lebih baik
7. meningkatkan produktivitas kerja
8. tanggap dengan perkembangan dunia luar, dll.
Budaya secara harfiah berasal dari Bahasa Latin yaitu Colere yang  memiliki arti mengerjakan tanah, mengolah, memelihara ladang  (menurutSoerjanto Poespowardojo 1993). 
Menurut The American Herritage Dictionary mengartikan kebudayaan adalah  sebagai suatu keseluruhan dari pola perilaku yang dikirimkan melalui  kehidupan sosial, seniagama, kelembagaan, dan semua hasil kerja dan  pemikiran manusia dari suatu kelompok manusia.
Menurut Koentjaraningrat budaya adalah keseluruhan sistem gagasan  tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang  dijadikan miliki diri manusia dengan cara belajar.
Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Melville J.  Herskovits dan Bronislaw Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu  yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki  oleh masyarakat itu sendiri. Istilah untuk pendapat itu adalah  Cultural-Determinism.
Herskovits memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang turun temurun dari  satu generasi ke generasi yang lain, yang kemudian disebut sebagai  superorganic. Menurut Andreas Eppink, kebudayaan mengandung keseluruhan  pengertian nilai sosial,norma sosial, ilmu pengetahuan serta keseluruhan  struktur-struktur sosial, religius, dan lain-lain, tambahan lagi segala  pernyataan intelektual dan artistik yang menjadi ciri khas suatu  masyarakat.
Menurut Edward Burnett Tylor, kebudayaan merupakan keseluruhan yang  kompleks, yang di dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan,  kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang  didapat seseorang sebagai anggota masyarakat.
Menurut Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi, kebudayaan adalah sarana hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat.
Dari berbagai definisi tersebut, dapat diperoleh pengertian mengenai  kebudayaan adalah sesuatu yang akan memengaruhi tingkat pengetahuan dan  meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia,  sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak.  Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh  manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda  yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan  hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya  ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan  bermasyarakat.
Unsur-Unsur
Ada beberapa pendapat ahli yang mengemukakan mengenai komponen atau unsur kebudayaan, antara lain sebagai berikut:
1. Melville J. Herskovits menyebutkan kebudayaan memiliki 4 unsur pokok, yaitu: 
o alat-alat teknologi
o sistem ekonomi
o keluarga
o kekuasaan politik
2. Bronislaw Malinowski mengatakan ada 4 unsur pokok yang meliputi: 
o sistem norma sosial yang memungkinkan kerja sama antara para anggota  masyarakat untuk menyesuaikan diri dengan alam sekelilingnya
o organisasi ekonomi
o alat-alat dan lembaga-lembaga atau petugas-petugas untuk pendidikan (keluarga adalah lembaga pendidikan utama)
o organisasi kekuatan (politik)
Wujud dan komponen
Wujud
Menurut J.J. Hoenigman, wujud kebudayaan dibedakan menjadi tiga: gagasan, aktivitas, dan artefak.
• Gagasan (Wujud ideal)
Wujud ideal kebudayaan adalah kebudayaan yang berbentuk kumpulan  ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan, dan sebagainya  yang sifatnya abstrak; tidak dapat diraba atau disentuh. Wujud  kebudayaan ini terletak dalam kepala-kepala atau di alam pemikiran warga  masyarakat. Jika masyarakat tersebut menyatakan gagasan mereka itu  dalam bentuk tulisan, maka lokasi dari kebudayaan ideal itu berada dalam  karangan dan buku-buku hasil karya para penulis warga masyarakat  tersebut.
• Aktivitas (tindakan)
Aktivitas adalah wujud kebudayaan sebagai suatu tindakan berpola dari  manusia dalam masyarakat itu. Wujud ini sering pula disebut dengan  sistem sosial. Sistem sosial ini terdiri dari aktivitas-aktivitas  manusia yang saling berinteraksi, mengadakan kontak, serta bergaul  dengan manusia lainnya menurut pola-pola tertentu yang berdasarkan adat  tata kelakuan. Sifatnya konkret, terjadi dalam kehidupan sehari-hari,  dan dapat diamati dan didokumentasikan.
• Artefak (karya)
Artefak adalah wujud kebudayaan fisik yang berupa hasil dari aktivitas,  perbuatan, dan karya semua manusia dalam masyarakat berupa benda-benda  atau hal-hal yang dapat diraba, dilihat, dan didokumentasikan. Sifatnya  paling konkret diantara ketiga wujud kebudayaan.
Dalam kenyataan kehidupan bermasyarakat, antara wujud kebudayaan yang  satu tidak bisa dipisahkan dari wujud kebudayaan yang lain. Sebagai  contoh: wujud kebudayaan ideal mengatur dan memberi arah kepada tindakan  (aktivitas) dan karya (artefak) manusia.
Komponen
Berdasarkan wujudnya tersebut, kebudayaan dapat digolongkan atas dua komponen utama:
• Kebudayaan material
Kebudayaan material mengacu pada semua ciptaan masyarakat yang nyata,  konkret. Termasuk dalam kebudayaan material ini adalah temuan-temuan  yang dihasilkan dari suatu penggalian arkeologi: mangkuk tanah liat,  perhisalan, senjata, dan seterusnya. Kebudayaan material juga mencakup  barang-barang, seperti televisi, pesawat terbang, stadion olahraga,  pakaian, gedung pencakar langit, dan mesin cuci.
• Kebudayaan nonmaterial
Kebudayaan nonmaterial adalah ciptaan-ciptaan abstrak yang diwariskan  dari generasi ke generasi, misalnya berupa dongeng, cerita rakyat, dan  lagu atau tarian tradisional.
Sistem ilmu dan pengetahuan
Secara sederhana, pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui  manusia tentang benda, sifat, keadaan, dan harapan-harapan. Pengetahuan  dimiliki oleh semua suku bangsa di dunia. Mereka memperoleh pengetahuan  melalui pengalaman, intuisi, wahyu, dan berpikir menurut logika, atau  percobaan-percobaan yang bersifat empiris (trial and error).
Sistem pengetahuan tersebut dikelompokkan menjadi:
• pengetahuan tentang alam
• pengetahuan tentang tumbuh-tumbuhan dan hewan di sekitarnya
• pengetahuan tentang tubuh manusia, pengetahuan tentang sifat dan tingkah laku sesama manusia
• pengetahuan tentang ruang dan waktu
Berikut ini definisi-definisi kebudayaan yang dikemukakan beberapa ahli:
1. Edward B. Taylor
Kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang didalamnya  terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adapt  istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat oleh seseorang  sebagai anggota masyarakat.
2. M. Jacobs dan B.J. Stern
Kebudayaan mencakup keseluruhan yang meliputi bentuk teknologi sosial,  ideologi, religi, dan kesenian serta benda, yang kesemuanya merupakan  warisan sosial.
3. Koentjaraningrat
Kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya  manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri  manusia dengan relajar.
4. Dr. K. Kupper
Kebudayaan merupakan sistem gagasan yang menjadi pedoman dan pengarah  bagi manusia dalam bersikap dan berperilaku, baik secara individu maupun  kelompok.
5. William H. Haviland
Kebudayaan adalah seperangkat peraturan dan norma yang dimiliki bersama  oleh para anggota masyarakat, yang jika dilaksanakan oleh para  anggotanya akan melahirkan perilaku yang dipandang layak dan dapat di  terima oleh semua masyarakat.
6. Ki Hajar Dewantara
Kebudayaan berarti buah budi manusia adalah hasil perjuangan manusia  terhadap dua pengaruh kuat, yakni zaman dan alam yang merupakan bukti  kejayaan hidup manusia untuk mengatasi berbagai rintangan dan kesukaran  didalam hidup dan penghidupannya guna mencapai keselamatan dan  kebahagiaan yang pada lahirnya bersifat tertib dan damai.
7. Francis Merill
• Pola-pola perilaku yang dihasilkan oleh interaksi sosial
• Semua perilaku dan semua produk yang dihasilkan oleh sesorang sebagai  anggota suatu masyarakat yang ditemukan melalui interaksi simbolis. 
8. Bounded et.al
Kebudayaan adalah sesuatu yang terbentuk oleh pengembangan dan transmisi  dari kepercayaan manusia melalui simbol-simbol tertentu, misalnya  simbol bahasa sebagai rangkaian simbol yang digunakan untuk mengalihkan  keyakinan budaya diantara para anggota suatu masyarakat. Pesan-pesan  tentang kebudayaan yang di harapkan dapat di temukan di dalam media,  pemerintahan, intitusi agama, sistem pendidikan dan semacam itu.
9. Mitchell (Dictionary of Soriblogy)
Kebudayaan adalah sebagian perulangan keseluruhan tindakan atau  aktivitas manusia dan produk yang dihasilkan manusia yang telah  memasyarakat secara sosial dan bukan sekedar dialihkan secara genetikal.
10. Robert H Lowie
Kebudayaan adalah segala sesuatu yang diperoleh individu dari  masyarakat, mencakup kepercayaan, adat istiadat, norma-norma artistic,  kebiasaan makan, keahlian yang di peroleh bukan dari kreatifitasnya  sendiri melainkan merupakan warisan masa lampau yang di dapat melalui  pendidikan formal atau informal.
11. Arkeolog R. Seokmono
Kebudayaan adalah seluruh hasil usaha manusia, baik berupa benda ataupun hanya berupa buah pikiran dan dalam penghidupan.
Kebudayaan adalah seperangkat peraturan dan norma yang dimiliki bersama  oleh para anggota masyarakat, yang jika dilaksanakan oleh para  anggotanya akan melahirkan perilaku yang dipandang layak dan dapat di  terima oleh semua masyarakat........
Jenis-jenis Kebudayaan
Kebudayaan dapat dibagi menjadi 3 macam dilihat dari keadaan
jenis-jenisnya:
• Hidup-kebatinan manusia, yaitu sesuatu yang menimbulkan tertib  damainya hidup masyarakat dengan adat-istiadatnya,pemerintahan negeri,  agama atau ilmu kebatinan
• Angan-angan manusia, yaitu sesuatu yang dapat menimbulkan keluhuran bahasa, kesusasteraan dan kesusilaan.
• Kepandaian manusia, yaitu sesuatu yang menimbulkan macam-macam  kepandaian tentang perusahaan tanah, perniagaan, kerajinan, pelayaran,  hubungan lalu-lintas, kesenian yang berjenis-jenis; semuanya bersifat  indah (Dewantara; 1994).
Kebudayaan berdasarkan wujudnya
Menurut J.J. Hoenigman, wujud kebudayaan dibedakan menjadi
tiga,yaitu:
• Gagasan (Wujud ideal)
Wujud ideal kebudayaan adalah kebudayaan yang berbentuk kumpulan  ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan, dan sebagainya  yang sifatnya abstrak; tidak dapat diraba atau disentuh. Wujud  kebudayaan ini terletak dalam kepala-kepala atau di alam pemikiran warga  masyarakat. Jika masyarakat tersebut menyatakan gagasan mereka itu  dalam bentuk tulisan, maka lokasi dari kebudayaan ideal itu berada dalam  karangan dan buku-buku hasil karya para penulis warga masyarakat  tersebut.
• Aktivitas (tindakan)
Aktivitas adalah wujud kebudayaan sebagai suatu tindakan berpola dari  manusia dalam masyarakat itu. Wujud ini sering pula disebut dengan  sistem sosial. Sistem sosial ini terdiri dari aktivitas-aktivitas  manusia yang saling berinteraksi, mengadakan kontak, serta bergaul  dengan manusia lainnya menurut pola-pola tertentu yang berdasarkan adat  tata kelakuan. Sifatnya konkret, terjadi dalam kehidupan sehari-hari,  dan dapat diamati dan didokumentasikan.
• Artefak (karya)
Artefak adalah wujud kebudayaan fisik yang berupa hasil dari aktivitas,  perbuatan, dan karya semua manusia dalam masyarakat berupa benda-benda  atau hal-hal yang dapat diraba, dilihat, dan didokumentasikan. Sifatnya  paling konkret diantara ketiga wujud kebudayaan.
Dalam kenyataan kehidupan bermasyarakat, antara wujud kebudayaan yang  satu tidak bisa dipisahkan dari wujud kebudayaan yang lain. Sebagai  contoh: wujud kebudayaan ideal mengatur dan memberi arah kepada tindakan  (aktivitas) dan karya (artefak) manusia.
Berdasarkan wujudnya tersebut, kebudayaan dapat digolongkan
atas dua komponen utama:
• Kebudayaan material
Kebudayaan material adalah kebudayaan yang mengacu pada semua ciptaan  masyarakat yang nyata, konkret. Contoh kebudayaan material ini adalah  temuan-temuan yang dihasilkan dari suatu penggalian arkeologi: mangkuk  tanah liat, perhisalan, senjata, dan seterusnya. Kebudayaan material  juga mencakup barang-barang, seperti televisi, pesawat terbang, stadion  olahraga, pakaian, gedung pencakar langit, dan mesin cuci.
• Kebudayaan nonmaterial
Kebudayaan nonmaterial adalah ciptaan-ciptaan abstrak yang diwariskan  dari generasi ke generasi, misalnya dongeng, cerita rakyat, dan lagu  atau tarian tradisional.
1.2.4 Kebudayaan secara umum dapat dibagi menjadi dua macam yaitu :
a. Kebudayaan Daerah adalah kebudayaan dalam wilayah atau daerah  tertentu yang diwariskan secara turun temurun oleh generasi terdahulu  pada generasi berikutnya pada ruang lingkup daerah tersebut. Budaya  daerah ini muncul saat penduduk suatu daerah telah memiliki pola pikir  dan kehidupan sosial yang sama sehingga itu menjadi suatu kebiasaan yang  membedakan mereka dengan penduduk – penduduk yang lain. Budaya daerah  mulai terlihat berkembang di Indonesia pada zaman kerajaan – kerajaan  terdahulu. Hal itu dapat dilihat dari cara hidup dan interaksi sosial  yang dilakukan masing-masing masyarakat kerajaan di Indonesia yang  berbeda satu sama lain.
Dari pola kegiatan ekonomi kebudayaan daerah dikelompokan beberapa macam yaitu:
• Kebudayaan Pemburu dan Peramu
Kelompok kebudayaan pemburu dan peramu ini pada masa sekarang hampir  tidak ada. Kelompok ini sekarang tinggal di daerah-daerah terpencil  saja.
• Kebudayaan Peternak
Kelompok kebudayaan peternak/kebudayaan berpindah-pindah banyak dijumpai di daerah padang rumput.
• Kebudayaan Peladang
Kelompok kebudayaan peladang ini hidup di daerah hutan rimba. Mereka  menebang pohon-pohon, membakar ranting, daun-daun dan dahan yang  ditebang. Setelah bersih lalu ditanami berbagai macam tanaman pangan.  Setelah dua atua tiga kali ditanami, kemudian ditinggalkan untuk membuka  ladang baru di daerah lain.
• Kebudayaan Nelayan
Kelompok kebudayaan nelayan ini hidup di sepanjang pantai. Desa-desa  nelayan umumnya terdapat di daerah muara sungai atau teluk. Kebudayaan  nelayan ditandai kemampuan teknologi pembuatan kapal, pengetahuan  cara-cara berlayar di laut, pembagian kerja nelayan laut.
• Kebudayaan Petani Pedesaan
Kelompok kebudayaan petani pedesaan ini menduduki bagian terbesar di  dunia. Masyarakat petani ini merupakan kesatuan ekonomi, sosial budaya  dan administratif yang besar. Sikap hidup gotong royong mewarnai  kebudayaan petani pedesaan.
b. Kebudayaan Nasional adalah gabungan dari budaya daerah yang ada di  Negara tersebut. Itu dimaksudkan budaya daerah yang mengalami asimilasi  dan akulturasi dengan dareah lain di suatu Negara akan terus tumbuh dan  berkembang menjadi kebiasaan-kebiasaan dari Negara tersebut. Misalkan  daerah satu dengan yang lain memang berbeda, tetapi jika dapat  menyatukan perbedaan tersebut maka akan terjadi budaya nasional yang  kuat yang bisa berlaku di semua daerah di Negara tersebut walaupun tidak  semuanya dan juga tidak mengesampingkan budaya daerah tersebut.  Contohnya Pancasila sebagai dasar negara, Bahasa Indonesia dan Lagu  Kebangsaan yang dicetuskan dalam Sumpah Pemuda 12 Oktober 1928 yang  diikuti oleh seluruh pemuda berbagai daerah di Indonesia yang  membulatkan tekad untuk menyatukan Indonesia dengan menyamakan pola  pikir bahwa Indonesia memang berbeda budaya tiap daerahnya tetapi tetap  dalam satu kesatuan Indonesia Raya dalam semboyan “bhineka tunggal ika”.
Definisi Kebudayaan Nasional
Kebudayaan Nasional adalah gabungan dari kebudayaan daerah yang ada di Negara tersebut.
Kebudayaan Nasional Indonesia secara hakiki terdiri dari semua budaya  yang terdapat dalam wilayah Republik Indonesia. Tanpa budaya-budaya itu  tak ada Kebudayaan Nasional. Itu tidak berarti Kebudayaan Nasional  sekadar penjumlahan semua budaya lokal di seantero Nusantara. Kebudayan  Nasional merupakan realitas, karena kesatuan nasional merupakan  realitas. Kebudayaan Nasional akan mantap apabila di satu pihak  budaya-budaya Nusantara asli tetap mantap, dan di lain pihak kehidupan  nasional dapat dihayati sebagai bermakna oleh seluruh warga masyarakat  Indonesia (Suseno; 1992).
Kebudayaan nasional Indonesia
Bila dicermati pandangan masyarakat Indonesia tentang kebudayaan Indonesia, ada dua kelompok pandangan.
1.Kelompok pertama yang mengatakan kebudayaan Nasional Indonesia belum  jelas, yang ada baru unsur pendukungnya yaitu kebudayaan etnik dan  kebudayaan asing. Kebudayaan Indonesia itu sendiri sedang dalam proses  pencarian.
2.Kelompok kedua yang mengatakan mengatakan Kebudayaan Nasional  Indonesia sudah ada. pendukung kelompok ketiga ini antara lain adalah  Sastrosupono. Sastrosupono. Sastrosupono. Sastrosupono mencontohkan,  Pancasila, bahasa Indonesia, undang-undang dasar 1945, moderenisasi dan  pembangunan (1982:68-72).
Adanya pandangan yang mengatakan Kebudayaan Nasional Indonesia belum ada atau sedang dalam proses mencari, boleh jadi akibat:
(1) tidak jelasnya konsep kebudayaan yang dianut dan pahami
(2) akibat pemahaman mereka tentang kebudayaan hanya misalnya sebatas  seni, apakah itu seni sastra, tari, drama, musik, patung, lukis dan  sebagainya. Mereka tidak memahami bahwa iptek, juga adalah produk  manusia, dan ini termasuk ke dalam kebudayaan.
Akar Kebudayaan Indonesia 
Akar kebudayaan Indonesia adalah suatu mekanisme yang terbentuk dari  unsur-unsur yang berkaitan dengan zaman prasejarah,jadi ibarat  pohon,pohon tidak dapat tumbuh dan berkembang tanpa adanya akar,demikian  pula dengan kebudayaan pada suatu Negara tidak dapat tumbuh dan  berkembang tanpa adanya akar atau pendahulu yang membentuk kebudayaan  tersebut.
Akar kebudayaan Indonesia berhubungan dengan zaman prasejarah, mulai  dari nenek moyang kita yang membawa kebudayaan Dongson, setelah itu  diikuti oleh perkembangan Islam di Indonesia. Jadi islam juga merupakan  salah satu akar kebudayaan Indonesia.
Berikut ini ringkasan mengenai sejarah nenek moyang bangsa Indonesia  dari tulisan Mochtar Lubis pada tahun 1986 dalam pidato kebudayaannya  yang berjudul “Situasi Akar Budaya Kita”:
Nenek moyang kita adalah bagian dari arus perpindahan manusia yang  bergerak di zaman lampau yang telah hilang sebagai hilangnya bayangan  wayang dari layar sejarah, bergerak dari bagian Timur Eropa Tengah dan  bagian Utara wilayah Balkan sekitar laut Hitam ke arah timur, mencapai  Asia, masuk ke Tiongkok. Dan di Tiongkok arus perpindahan ini  bercabang-cabang ke utara, timur dan selatan.
Arus selatan mencapai daerah Yunan, sedang bagian timur mencapai laut  Indo Cina. Di sinilah tempat lahirnya budaya asal Indonesia.  Manusia-manusia yang berpindah dan bergerak ke Asia dari Eropa Tengah  dan Wilayah Balkan itu adalah orang Tharacia, Iliria, Cimeria, Kakusia,  dan mungkin termasuk orang Teuton, yang memulai perpindahan mereka di  abad ke-9 hingga abad ke-8 sebelum nabi Isa. Mereka membawa keahlian  membuat besi dan perunggu.
Nenek moyang orang Indonesia yang telah berada terlebih dahulu dari  mereka di daerah Dongson ini telah mengembangkan seni monumental tanpa  banyak ornamentik yang dekoratif. Dari pendatang-pendatang baru ini  mereka mengambil alih, menerima, dan mencernakan seni ornamentik  pendatang-pendatang dari barat ini. Tidak saja dalam ornamentik, akan  tetapi juga dalam hiasan tenunan (amat banyak persamaan antara hiasan  tenun Indonesia dan Balkan umpamanya), dan juga dalam musik dan nyayian.  Jaap Kunst, seorang ahli musik, juga ahli musik Indonesia  mengindentifikasikan persamaan nyayian rakyat di pulau Flores dengan  nyanyian rakyat di bagian timur Yugoslavia (Balkan). Kebudayaan Dongson  menunjukkan lebih banyak persamaan dan kaitan dengan budaya Eropa  dibanding budaya Cina.
Nenek moyang Dongson inilah yang bergerak ke selatan, dan kemudian  mencapai Nusantara. Di Nusantara hampir tidak ada perpisahan antara  zaman perunggu dan zaman besi. Hal ini sama juga terjadi di Indo Cina.  Dalam penggalian situs-situs purbakala, perunggu dan besi selalu  ditemukan bersama-sama. Hulu pisau dongson banyak berbentuk manusia,  seperti keris Majapahit. Bentuk hulu pisau yang serupa juga ditemukan di  Holstein (Jerman), Denmark, dan di Kauskasus.
Tetapi, sebelum nenek moyang dari Dongson turun ke Nusantara,  kelompok-kelompok manusia lain telah terlebih dahulu datang. Selama  zaman es terakhir, kurang lebih 15.000 tahun sebelum Masehi, sejarah  bumi Nusantara menunjukkan bahwa sebagian besar Nusantara bagian barat  menyatu dengan daratan Asia Tenggara, Jawa, Sumatera, Kalimantan dan  wilayah yang kini laut Jawa. Ketika es berakhir, permukaan laut naik  kembali, dan terbentuklah gugusan pulau-pulau seperti yang kita kenal  kini. Sejarah bumi Nusantara telah berpengaruh besar pada perkembangan  manusia Melayu-Polinesia. Mereka menjadi bangsa maritim, yang kurang  lebih 1000 tahun sebelum nabi Isa megarungi Samudera Hindia. Manuskrip  tua Hebrew dari masa akhir 2000 dan permulaan 1000 sebelum tahun Nabi  Isa telah menyebut perdagangan kulit manis dari berbagai tempat  sepanjang pantai timur Afrika.
Sebuah naskah Arab dari abad ke 13 menceritakan masuknya orang  Melayu-Polinesia ke belahan barat Samudera Hindia. Naskah itu mengatakan  bahwa di masa mundurnya Kerajaan Fira’un di Mesir, tempat yang bernama  Aden, yang menguasai jalan masuk ke laut Merah (yang masa itu merupakan  tempat penduduk nelayan), telah direbut oleh orang Qumr  (Melayu-Polinesia) yang datang dengan armada yang terdiri dari  perahu-perahu yang memakai cadik. Mereka mengusir penduduk setempat,  membangun berbagai monumen dan memilihara hubungan langsung dengan pulau  Madagaskar dan Asia Tenggara. Para ahli sejarah menyebutkan hal itu  mungkin terjadi di masa Nabi Isa masih hidup. Untuk masa yang cukup lama  orang Melayu-Polinesia menguasai pelayaran dan perdagangan lewat  Samudera Hindia dari Asia Tenggara ke pintu Laut Merah, sepanjang pantai  timur Afrika dan Pulau Madagaskar.
Dalam melakukan ini, mereka juga telah membawa berbagai kekayaan budaya  ke Madagaskar dan Afrika. Di Madagaskar mereka telah menetap di belahan  barat pulau itu. Hingga kini masih terlihat berbagai persamaan kata  antara bahasa Madagaskar dan bahasa suku Manyaan di Kalimantan. Ke  timur, nenek moyang Melayu-Polinesia ini berlayar jauh ke pedalaman  pasifik, menetap di berbagai kepulauan, dan mereka paling ke timur  mencapai Easter Island, pulau terjauh ke timur dari Nusantara.
Jelaslah bahwa budaya bangsa kita berakar jauh ke zaman prasejarah, ke  masa silam yang begitu jauhnya, hingga telah lenyap dari ingatan bangsa  kita. Jelas pula bahwa kita telah mewarisi budaya dunia yang ada di masa  itu, di samping nenek moyang kita telah memberi pula sumbangan pada  budaya-budaya bangsa lain di seberang Samudera Hindia, serta menciptakan  berbagai budaya di Madagaskar, dan di kepulauan-kepulauan Samudera  Pasifik.
Mengingat ini kembali, apakah kita kini, sebagai pewaris langsung dari  mereka, harus merasa gentar menghadapi abad ke 21 dan seterusnya?  Seharusnya tidak! Kita harus berani memeriksa diri secara cermat. Apa  kekurangan-kekurangan kita kini, hingga kita tidak memiliki kemampuan,  keberanian dan daya cipta untuk berbuat yang besar-besar bagi bangsa  kita dan umat manusia hari ini?
Proses melalui zaman Mesolitik mencapai zaman Neolitik mungkin terjadi  kurang lebih 3500-2500 tahun sebelum Nabi Isa. Ketika itu mereka mulai  tinggal bersama dalam komunitas-komunitas kecil dan mulai mengembangkan  pertanian dan sistem pengairan. Di zaman ini berkembang akar budaya  musyawarah Indonesia, karena di kala itu belum ada kepala dan raja, dan  semuanya masih dimusyawarahkan oleh semua anggota komunitas, dipimpin  oleh orang-orang yang lebih tua. Wanita ikut bermusyawarah, dan  anak-anak boleh hadir dan ikut mendengar. Di suku Sakudei di pulau  Mentawai, seorang peneliti Swiss melaporkan bahwa dia masih menemukan  tradisi musyawarah yang lama itu.
Akar budaya kita juga tumbuh dalam kepercayaan bahwa segala yang ada di  bumi memiliki ”ruh-ruh” sendiri. Ruh manusia adalah saudaranya, yang  dapat melepaskan diri dari dalam badan seseorang, dan ruh itu dapat  mengalami bencana dalam petualangannya di luar tubuh kita, yang dapat  mengakibatkan yang punya tubuh jatuh sakit atau mati. Manusia harus  berbaik-baik dalam hubungannya dengan dunia roh ini.
Selanjutnya nenek moyang kita di masa Megalitik itu memiliki konsep  hubungan dan pertentangan antara dunia atas dan dunia bawah. Dalam  upacara-upacara khusus, mereka membangun megalith-megalith dengan tujuan  melindungi ruh dari bahaya-bahaya yang datang dari dunia bawah, untuk  menjadi penghubung antara yang hidup dan yang telah mati, dan untuk  mengabadikan kekuatan-kekuatan magis mereka yang membangun  megalith-megalith tersebut, atau untuk siapa batu-batu itu dibangun.  Megalith-megalith dibangun untuk memperkuat kesuburan manusia, ternak  dan apa yang mereka tanam, dan dengan demikian memperbesar kekayaan  generasi-generasi yang akan datang.
Kebudayaan Megalitik ini kemudian dimasuki oleh budaya Dongson yang  membawa teknologi perunggu dan besi, dan memberikan nafas dan kekuatan  serta daya cipta baru pada kelompok-kelompok budaya di Nusantara.  Diperkirakan pula bahwa budaya Dongson membawa teknologi bertanam padi  di sawah. Teknologi padi sawah mendorong komunitas-komunitas kecil untuk  lebih berintegrasi mengembangkan dan memilihara sistem pengairan,  koordinasi bertanam serempak pada waktu yang sama. Dalam proses sejarah,  teknologi padi sawah ini telah mendorong proses integrasi  masyarakat-masyarakat desa Indonesia yang hingga kini tumpuan kehidupan  terbesar bangsa kita. Ia juga erat hubungannya dengan irama iklim,  datang musim kering dan musim hujan, yang mempengaruhi pola kehidupan di  Indonesia. Musim panen merupakan musim perkawinan umpamanya.
Pemujaan nenek moyang merupakan salah satu akar budaya bangsa Indonesia.  Pandangan kosmik mengenai kontradiksi antara dunia bawah dan dunia atas  tercermin dalam organisasi sosial berbagai suku bangsa kita; garis ibu  dan garis ayah, hubungann dasar antara dua suku yang saling mengambil  laki-laki dan perempuan dari dua suku untuk perkawinan, membuat tiada  satu suku lebih tinggi kedudukannya dari yang lain. Setiap suku  bergantian menduduki tempat yang superior dan tempat di bawah. Struktur  tradisi kesukuan ini merupakan sebuah mekanisme ke arah demokrasi, yang  seandainya kita pandai mengembangkannya dapat merupakan kekuatan untuk  tradisi demokrasi bangsa kita.
Datangnya agama Budha, Hindu dan Islam, bangkitnya feodalisme, lalu  datang orang Eropa membawa penindasan penjajah, dan agama Nasrani, lalu  lewat pendidikan Barat masuk pula ilmu pengetahuan modern dan tekonologi  modern telah mendorong berbagai proses kemasyarakatan, politik,  ekonomi, dan budaya, yang akhirnya membawa manusia Indonesia pada  keadaan hari ini.
Akar budaya lama jadi layu dan terlupakan, meskipun ada diantaranya  tanpa kita sadari masih berada terlena di bawah sadar kita. Bangkitnya  feodalisme di Indonesia dengan lahirnya berbagai kerajaan besar dan  kecil telah mengubah hubungan antara kekuasaan dan manusia atau anggota  masyarakat. Penjajahan Belanda menggunakan sistem menguasai dan  memerintah melalui kelas bangsawan atau feodal lama Indonesia telah  meneruskan tradisi feodal berlangsung terus dalam masyarakat kita.  Malahan setelah Indonesia merdeka, hubungan-hubungan diwarnai  nilai-nilai feodalisme masih berlangsung terus, hingga sering kita  mengatakan bahwa kita kini menghadapi neo-feodalisme dalam bentuk-bentuk  baru.
Semua pendidikan modern, falsafah Barat dan Timur, ideologi-ideologi  yang datang dari Barat mengenai manusia dan masyarakat. Agama Islam dan  Nasrani yang jadi lapis terakhir di atas kepercayaan-kepercayaan lama  dan nilai-nilai akar budaya kita, oleh daya sinkritisme manusia  Indonesia, semuanya diterima dalam dirinya tanpa banyak konflik dalam  jiwa dan diri kita.
Sesuatu terjadi dalam diri kita, hingga secara budaya tidak mampu  memisahkan yang satu dari yang lain: mana yang takhyul, mana yang  ilmiah, mana yang bayangan, mana yang kenyataan, mana yang mimpi dan  mana dunia nyata. Malahan banyak orang kini membuat ilmu dan teknologi  jadi takhyul dalam arti, orang percaya bahwa ilmu dan teknologi dapat  menyelesaikan semua masalah manusia di dunia. Dan ada yang berbuat  sebaliknya.
Kita jadi tidak tajam lagi membedakan mana yang batil dan mana yang  halal. Karena itu beramai-ramai dan penuh kebahagiaan kita melakukan  korupsi besar-besaran, dan tidak merasa bersalah sama sekali (Lubis,  dalam ”Pembebasan Budaya-Budaya Kita; 1999).
Kebudayaan Barat di Indonesia 
Dalam era globalisasi seperti sekarang ini kebudayaan barat yang masuk  ke Indonesia semakin berkembang pesat. Hal ini dapat kita lihat dari  semakin banyaknya rakyat Indonesia yang bergaya hidup kebarat-baratan  seperti mabuk-mabukkan,clubbing,memakai pakaian mini,bahkan berciuman di  tempat umum seperti sudah lumrah di Indonesia. Proses akulturasi di  Indonesia tampaknya beralir secara simpang siur, dipercepat oleh  usul-usul radikal, dihambat oleh aliran kolot, tersesat dalam  ideologi-ideologi, tetapi pada dasarnya dilihat arah induk yang lurus:  ”the things of humanity all humanity enjoys”. Terdapatlah arus pokok  yang dengan spontan menerima unsur-unsur kebudayaan internasional yang  jelas menguntungkan secara positif. Proses filtrasi perlu dilakukan  sedini mungkin supaya kebudayaan barat yang masuk ke Indonesia tidak  akan merusak identitas kebudayaan nasional bangsa kita. Tetapi bukan  berarti kita harus menutup pintu akses bangsa barat yang ingin masuk ke  Indonesia, karena tidak semua kebudayaan barat yang masuk ke Indonesia  berpengaruh negatif, tetapi juga ada yang memberi pengaruh positif  seperti memajukan perkembangan IPTEK di Indonesia. Prioritas yang perlu  kita lakukan terhadap kebudayaan barat yang masuk ke Indonesia adalah  kita harus lebih selektif kepada kebudayaan barat.
Frans Magnis Suseno dalam bukunya ”Filsafat Kebudayan Politik”, membedakan tiga macam Kebudayaan Barat Modern:
a. Kebudayaan Teknologis Modern 
Kebudayaan Tekonologis Modern merupakan sesuatu yang kompleks.  Penyataan-penyataan simplistik, begitu pula penilaian-penilaian hitam  putih hanya akan menunjukkan kekurangcanggihan pikiran. Kebudayaan itu  kelihatan bukan hanya dalam sains dan teknologi, melainkan dalam  kedudukan dominan yang diambil oleh hasil-hasil sains dan teknologi  dalam hidup masyarakat: media komunikasi, sarana mobilitas fisik dan  angkutan, segala macam peralatan rumah tangga serta persenjataan modern.  Hampir semua produk kebutuhan hidup sehari-hari sudah melibatkan  teknologi modern dalam pembuatannya.
Kebudayaan Teknologis Modern itu kontradiktif. Dalam arti tertentu dia  bebas nilai, netral. Bisa dipakai atau tidak. Pemakaiannya tidak  mempunyai implikasi ideologis atau keagamaan. Seorang Sekularis dan  Ateis, Kristen Liberal, Budhis, Islam Modernis atau Islam Fundamentalis,  bahkan segala macam aliran New Age dan para normal dapat dan mau  memakainya, tanpa mengkompromikan keyakinan atau kepercayaan mereka  masing-masing. Kebudayaan Teknologis Modern secara mencolok bersifat  instumental.
b. Kebudayaan Modern Tiruan
Kebudayaan Modern Tiruan terwujud dalam lingkungan yang tampaknya  mencerminkan kegemerlapan teknologi tinggi dan kemodernan, tetapi  sebenarnya hanya mencakup pemilikan simbol-simbol lahiriah saja,  misalnya kebudayaan lapangan terbang internasional, kebudayaan  supermarket (mall), dan kebudayaan Kentucky Fried Chicken (KFC).
Di lapangan terbang internasional orang dikelilingi oleh hasil teknologi  tinggi, ia bergerak dalam dunia buatan: tangga berjalan, duty free shop  dengan tawaran hal-hal yang kelihatan mentereng dan modern, meskipun  sebenarnya tidak dibutuhkan, suasana non-real kabin pesawat terbang;  semuanya artifisial, semuanya di seluruh dunia sama, tak ada hubungan  batin.
Kebudayaan Modern Tiruan hidup dari ilusi, bahwa asal orang bersentuhan  dengan hasil-hasil teknologi modern, ia menjadi manusia modern. Padahal  dunia artifisial itu tidak menyumbangkan sesuatu apapun terhadap  identitas kita. Identitas kita malahan semakin kosong karena kita  semakin membiarkan diri dikemudikan. Selera kita, kelakuan kita, pilihan  pakaian, rasa kagum dan penilaian kita semakin dimanipulasi, semakin  kita tidak memiliki diri sendiri. Itulah sebabnya kebudayaan ini tidak  nyata, melainkan tiruan, blasteran.
Anak Kebudayaan Modern Tiruan ini adalah Konsumerisme: orang ketagihan  membeli, bukan karena ia membutuhkan, atau ingin menikmati apa yang  dibeli, melainkan demi membelinya sendiri. Kebudayaan Modern Blateran  ini, bahkan membuat kita kehilangan kemampuan untuk menikmati sesuatu  dengan sungguh-sungguh. Konsumerisme berarti kita ingin memiliki  sesuatu, akan tetapi kita semakin tidak mampu lagi menikmatinya. Orang  makan di KFC bukan karena ayam di situ lebih enak rasanya, melainkan  karena fast food dianggap gayanya manusia yang trendy, dan trendy adalah  modern.
c. Kebudayaan-kebudayaan Barat
Kita keliru apabila budaya blastern kita samakan dengan Kebudayaan Barat  Modern. Kebudayaan Blastern itu memang produk Kebudayaan Barat, tetapi  bukan hatinya, bukan pusatnya dan bukan kunci vitalitasnya. Ia mengancam  Kebudayaan Barat, seperti ia mengancam identitas kebudayaan lain, akan  tetapi ia belum mencaploknya. Italia, Perancis, spayol, Jerman, bahkan  barangkali juga Amerika Serikat masih mempertahankan kebudayaan khas  mereka masing-masing. Meskipun di mana-mana orang minum Coca Cola,  kebudayaan itu belum menjadi Kebudayaan Coca Cola.
Orang yang sekadar tersenggol sedikit dengan kebudayaan Barat palsu itu,  dengan demikian belum mesti menjadi orang modern. Ia juga belum akan  mengerti bagaimana orang Barat menilai, apa cita-citanya tentang  pergaulan, apa selera estetik dan cita rasanya, apakah  keyakinan-keyakinan moral dan religiusnya, apakah paham tanggung  jawabnya (Suseno; 1992).
Dampak Kebudayaan Barat di Indonesia
Dampak kebudayaan barat di Indonesia dicerminkan dalam wujud globalisasi  dan modernisasi yang dapat membawa dampak positif dan dampak negatif  bagi bangsa kita.
Dampak Positif
a. Perubahan Tata Nilai dan Sikap
Adanya modernisasi dan globalisasi dalam budaya menyebabkan pergeseran  nilai dan sikap masyarakat yang semua irasional menjadi rasional.
b. Berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi
Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi masyarakat menjadi  lebih mudah dalam beraktivitas dan mendorong untuk berpikir lebih maju.
c. Tingkat Kehidupan yang lebih Baik
Dibukanya industri yang memproduksi alat-alat komunikasi dan  transportasi yang canggih merupakan salah satu usaha mengurangi  penggangguran dan meningkatkan taraf hidup masyarakat.
Dampak Negatif
Dampak negatif modernisasi dan globalisasi adalah sebagai berikut.
a. Pola Hidup Konsumtif
Perkembangan industri yang pesat membuat penyediaan barang kebutuhan  masyarakat melimpah. Dengan begitu masyarakat mudah tertarik untuk  mengonsumsi barang dengan banyak pilihan yang ada.
b. Sikap Individualistik
Masyarakat merasa dimudahkan dengan teknologi maju membuat mereka merasa  tidak lagi membutuhkan orang lain dalam beraktivitasnya. Kadang mereka  lupa bahwa mereka adalah makhluk sosial.
c. Gaya Hidup Kebarat-baratan
Tidak semua budaya Barat baik dan cocok diterapkan di Indonesia. Budaya  negatif yang mulai menggeser budaya asli adalah anak tidak lagi hormat  kepada orang tua, kehidupan bebas remaja, dan lain-lain.
d. Kesenjangan Sosial
Apabila dalam suatu komunitas masyarakat hanya ada beberapa individu  yang dapat mengikuti arus modernisasi dan globalisasi maka akan  memperdalam jurang pemisah antara individu dengan individu lain yang  stagnan. Hal ini menimbulkan kesenjangan sosial. Kesenjangan social  menyebabkan adanya jarak antara si kaya dan si miskin sehingga sangat  mungkin bias merusak kebhinekaan dan ketunggalikaan Bangsa Indonesia.
Situasi Budaya di Indonesia
Situasi Budaya Indonesia saat ini sangat memprihatinkan. Pasalnya,  semakin banyak kebudayaan Indonesia yang diklaim oleh Negara tetangga  kita sendiri yaitu Malasyia. Seperti tari reog ponorogo, dan yang baru  akhir-akhir ini terjadi yaitu tari pendet yang diklaim juga oleh  Malaysia. Hak paten atas kebudayaan dalam hal ini sangat berperan  penting. Pemerintah baru menyadari akan perlunya hak paten tersebut  setelah adanya klaim-mengklaim Malaysia terhadap Kebudayaan Indonesia.  Menurut saya stabilitas situasi budaya di Indonesia dapat terwujud  dengan cara mempublikasikan kebudayaan kita kepada bangsa luar, dengan  demikian secara tidak langsung menghak-patenkan kebudayaan kita. Selain  itu proses akulturasi yang negatif dapat mempengaruhi situasi budaya di  Indonesia semakin memprihatinkan.
Sajiman Surjohadiprojo dalam pidato kebudayaannya di tahun 1986  menyampaikan tentang persoalah kita hari ini, yaitu kurang kuatnya  kemampuan mengeluarkan energi pada manusia Indonesia. Hal ini  mengakibatkan kurang adanya daya tindak atau kemampuan berbuat. Rencana  konsep yang baik, hasil dari otak cerdas, tinggal dan rencana dan konsep  belaka karena kurang mampu untuk merealisasikannya. Akibat lainnya  adalah pada disiplin dan pengendalikan diri. Lemahnya disiplin bukan  karena kurang kesadaran terhadap ketentuan dan peraturan yang berlaku,  melainkan karena kurang mampu untuk membawakan diri masing-masing  menetapi peraturan dan ketentuan yang berlaku. Kurangnya kemampuan  mnegeluarkan energi juga berakibat pada besarnya ketergantungan pada  orang lain. Kemandirian sukar ditemukan dan mempunyai dampak dalam  segala aspek kehidupan termasuk kepemimpinan dan tanggung jawab.
Menurut beliau kelemahan ini merupakan Kelemahan Kebudayaan. Artinya,  perbaikan dari keadaan lemah itu hanya dapat dicapai melalui pendekatan  budaya. Pemecahannya harus melalui pendidikan dalam arti luas dan Nation  and Character Building (Surjohadiprodjo, dalam ”Pembebasan  Budaya-Budaya Kita; 1999).
Mochtar Lubis juga dalam kesempatan yang sama saat Temu Budaya tahun  1986, menyampaikan bahwa kondisi budaya kita hari ini ditandai secara  dominan oleh ciri:
• Kontradiksi gawat antara asumsi dan pretensi moral budaya Pancasila dengan kenyataan
• Kemunafikan
• Lemahnya kreativitas
• Etos kerja yang lemah
• Neo-Feodalisme
• Budaya malu telah sirna ( Lubis, 1999).
• Tantangan-tantangan kebudayaan di Indonesia
• 1. Kebudayaan Modern Tiruan
• Tantangan yang sungguh-sungguh mengancam kita adalah Kebudayaan Modern  Tiruan. Dia mengancam justru karena tidak sejati, tidak substansial.  Yang ditawarkan adalah semu. Kebudayaan itu membuat kita menjadi manusia  plastik, manusia tanpa kepribadian, manusia terasing, manusia kosong,  manusia latah.
• Kebudayaan Blasteran Modern bagaikan drakula: ia mentereng, mempunyai  daya tarik luar biasa, ia lama kelamaan meyedot pandangan asli kita  tentang nilai, tentang dasar harga diri, tentang status. Ia menawarkan  kemewahan-kemewahan yang dulu bahkan tidak dapat kita impikan. Ia  menjanjikan kepenuhan hidup, kemantapan diri, asal kita mau berhenti  berpikir sendiri, berhenti membuat kita kehilangan penilaian kita  sendiri. Akhirnya kita kehabisan darah , kehabisan identitas. Kebudayaan  modern tiruan membuat kita lepas dari kebudayaan tradisional kita  sendiri, sekaligus juga tidak menyentuh kebudayaan teknologis modern  sungguhan (Suseno;1992)
• 2. Bagaimana Memberi Makan, Sandang, dan Rumah
• Ki Hajar Dewantara mengatakan bahwa, budaya adalah perjuangan manusia  dalam mengatasi masalah alam dan zaman. Permasalahan yang paling  mendasar bagi manusia adalah masalah makan, pakaian dan perumahan.  Ketika orang kekurangan gizi bagaimana ia akan mendapat orang yang  cerdas. Ketika kebutuhan pokok saja tidak terpenuhi bagaimana orang akan  berpikir maju dan menciptakan teknologi yang hebat. Jangankan untuk  itu, permasalahan pemenuhan kebutuhan kita sangat mempengaruhi pola  hubungan di antara manusia. Orang rela mencuri bahkan membunuh agar ia  bisa makan sesuap nasi. Sehingga, kelalaian dalam hal ini bukan hanya  berdampak pada kemiskinan, kelaparan, kematian, akan tetapi akan  berpengaruh dalam tatanan budaya-sosial masyarakat.
• 3. Masalah Pendidikan yang Tepat
• Pendidikan masih menjadi permasalahan yang menjadi perhatian serius  jika bangsa ini ingin dipandang dalam percaturan dunia. Ada fenomena  yang menarik terkait dengan hal ini, yaitu mengenai kolaborasi  kebudayaan dengan pendidikan, dalam artian bagaimana sistem pendidikan  yang ada mengintrinsikkan kebudayaan di dalamnya. Dimana ada suatu  kebudayaan yang menjadi spirit dari sistem pendidikan yang kita  terapkan.
• 4. Mengejar Kemajuan Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
• Problem ini beranjak ketika kita sampai saat ini masih menjadi  konsumen atas produk-produk teknologi dari negara luar. Situasi  keilmiahan kita belum berkembang dengan baik dan belum didukung oleh  iklim yang kondusif bagi para ilmuan untuk melakukan penelitian dan  penciptaan produk-produk, teknologi baru. Jika kita tetap mengandalkan  impor produk dari luar negeri, maka kita akan terus terbelakang. Oleh  karena itu, hal ini tantangan bagi kita untuk mengejar ketertinggalan  iptek dari negara-negara maju.
• 5. Kondisi Alam Global
• Salah satu dampak pemanasan global adalah meningkatnya suhu permukaan  bumi sepanjang lima tahun mendatang. Hal itu akan mengakibatkan gunung  es di Amerika Latin mencair. Dampak lanjutannya adalah kegagalan panen,  yang hingga tahun 2050 mengakibatkan 130 juta penduduk dunia, terutama  di Asia, kelaparan. Pertanian gandum di Afrika juga akan mengalami hal  yang sama.
• Dampak pemanasan global juga dapat berupa meningkatnya permukaan laut,  lenyapnya beberapa spesies dan bencana nasional yang makin meningkat.  Disebutkan, 30% garis pantai di dunia akan lenyap pada 2080. Lapisan es  di kutub mencair hingga terjadi aliran air di kutub utara. Hal itu akan  mengakibatkan terusan Panama terbenam.
• Naiknya suhu memicu topan yang lebih dasyat hingga mempengaruhi  wilayah pantai yang selama ini aman dari gangguan badai. Banyak tempat  yang kini kering makin kering, sebaliknya berbagai tempat basah akan  semakin basah. Kesenjangan distribusi air secara alami ini akan  berpotensi meningkatkan ketegangan dalam pemanfaaatan air untuk  kepentingan industri, pertanian dan penduduk.
• Asia menjadi bagian dari bumi yang akan paling parah. Perubahan iklim  yang tak terdeteksi akan menjadi bencana lingkungan dan ekonomi, dan  buntutnya adalah tragedi kemanusiaan.
SUMBER :
http://organisasi.org/arti-definisi-pengertian-budaya-kerja-dan-tujuan-manfaat-penerapannya-pada-lingkungan-sekitar
http://dahlanforum.wordpress.com/2009/10/11/kebudayaan-nasional/
http://id.wikipedia.org/wiki/Budaya
http://afand.abatasa.com/post/detail/6923/definisi-kebudayaan-menurut-para-ahli
 
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapus